PANDEGLANG, BANTEN | RAKYAT OPOSISI
Alih-alih menjadi momentum reformasi birokrasi di sektor pendidikan, proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang, justru mencuatkan aroma nepotisme dan dugaan penyalahgunaan wewenang. Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam daftar usulan peserta seleksi tahun ini, yang menodai semangat transparansi dan profesionalitas, Rabu (22/10/2025).
Salah satu kasus paling menyita perhatian terjadi di SDN Ciawi 2, di mana seorang peserta yang masih berstatus mahasiswa dan jarang hadir di sekolah tetap diusulkan sebagai calon PPPK. Lebih parah lagi, nama itu diusulkan langsung oleh kepala sekolah yang merupakan ayah kandungnya sendiri.
Kondisi ini tak hanya melanggar etika profesi, tetapi juga menimbulkan konflik kepentingan yang terang benderang.
Tak berhenti di situ, investigasi lapangan juga menemukan adanya calon PPPK yang merangkap jabatan sebagai perangkat desa, padahal peraturan tegas melarang perangkapan tugas bagi tenaga pendidik. Di beberapa sekolah lain, muncul nama-nama yang belum genap dua tahun tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) namun tetap diusulkan—termasuk di salah satu SDN di Cimoyan.
Bahkan, lebih mencengangkan, ada peserta yang bekerja di luar kota namun tetap diakomodasi sebagai calon PPPK paruh waktu!
Lemahnya Pengawasan dan SPTJM yang “Asal Tanda Tangan”
Rangkaian kejanggalan ini mengindikasikan bukan sekadar kelalaian individu, melainkan adanya kerapuhan sistem pengawasan di tubuh birokrasi pendidikan setempat.
Dokumen Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang semestinya menjadi benteng integritas, justru diduga ditandatangani tanpa verifikasi faktual. Ketika kepala sekolah dapat mengesahkan berkas tanpa pemeriksaan ketat, maka keabsahan seluruh proses seleksi pun patut dipertanyakan.
Sorotan Mengarah ke Korwil Pendidikan Patia
Dalam struktur pengawasan, Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan Kecamatan Patia memiliki tanggung jawab strategis: memastikan seluruh proses administrasi dan usulan tenaga pendidik sesuai aturan.
Namun fakta di lapangan menunjukkan indikasi pembiaran atau bahkan kelengahan serius dalam fungsi pembinaan dan pengawasan.
“Kalau Korwil benar-benar melakukan verifikasi berlapis, mustahil nama-nama seperti ini bisa lolos,” ujar salah satu sumber internal pendidikan Patia yang enggan disebut namanya.
Jika dugaan ini benar, maka bukan hanya kepala sekolah yang bersalah, tetapi juga sistem pengawasan yang lumpuh secara struktural. Bila dibiarkan, praktik seperti ini akan menggerogoti kredibilitas seleksi PPPK dan mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Desakan Audit Menyeluruh
Publik kini menuntut pemeriksaan menyeluruh oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang dan Inspektorat Daerah, untuk memastikan setiap nama dalam daftar PPPK benar-benar memenuhi syarat administratif dan etis.
Reformasi birokrasi tidak boleh berhenti di slogan—harus ada tindakan nyata terhadap oknum yang mempermainkan sistem.
Pendidikan Bukan Arena Nepotisme
Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa. Maka, pengisian tenaga pendidik tidak boleh dikotori oleh praktik nepotisme, konflik kepentingan, atau kelalaian birokrasi.
Sudah saatnya pemerintah daerah menegakkan integritas seleksi PPPK dengan pengawasan ketat dari hulu ke hilir—mulai dari kepala sekolah hingga struktur Korwil yang mestinya menjadi garda pengawal sistem. (Red)