CIKARANG BARAT — RAKYAT OPOSISI
Sore itu, langit mendung menggantung di atas Perumahan Graha Asri Residence, Blok E. Tidak tampak hal mencurigakan. Beberapa anak bermain di pinggir jalan, kafe kecil di pojok perumahan tampak tenang. Namun di balik suasana biasa itu, satu transaksi gelap berlangsung—bukan kopi atau camilan, tapi obat keras golongan G yang biasa disebut warga sebagai obat setan.
Awak media, yang sebelumnya mendapat laporan dari seorang tokoh masyarakat, memutuskan menelusuri kebenaran informasi tersebut. Pria paruh baya yang enggan disebutkan namanya itu adalah mata dan telinga FORTAL (Forum Masyarakat Anti Obat Terlarang)—organisasi yang selama ini konsisten mendampingi masyarakat dan aparat dalam memerangi peredaran narkoba di Bekasi.
“Sudah saya pantau sejak lama. Mereka sistemnya COD, pura-pura duduk di kafe, lalu transaksi di tas. Ini bukan aktivitas biasa, ini sudah terstruktur dan berbahaya,” ujarnya.
Penggerebekan: Tas Hitam dan Isi Maut
Sekitar pukul 16.30 WIB, seorang pria muda datang ke lokasi dengan gerak-gerik mencurigakan. Ia tampak gugup dan berulang kali melihat sekeliling. Warga yang sudah siaga mendekatinya dan langsung menegur:
“Kamu lagi COD, ya? Coba buka tasmu!”
Awalnya pelaku berdalih hanya mampir untuk ngopi. Namun saat tas dibuka, kecurigaan warga terbukti. Di dalamnya ditemukan:
- 10 paket Eximer
- 3 lembar Tramadol
- Uang tunai sebesar Rp1,27 juta, yang diakui sebagai hasil penjualan
Masyarakat yang menyaksikan kejadian tersebut segera memanggil aparat lingkungan. Babinsa dan Bimaspol yang datang langsung berkoordinasi dengan Unit Reskrim Polsek Cikarang Barat, dan pelaku segera diamankan untuk diperiksa lebih lanjut.
“Warga Tak Lagi Mau Diam”
Tokoh masyarakat yang mengungkap kasus ini menegaskan bahwa peredaran obat keras tanpa izin di wilayah Cikarang Barat sudah mengakar dan sistemik. Para pelaku menggunakan berbagai modus, termasuk berkedok toko kosmetik, warung jamu, hingga sistem COD seperti yang baru saja terbongkar.
“Warga sebenarnya tahu, tapi banyak yang takut atau pura-pura tidak peduli. Saya tidak mau anak-anak kami rusak oleh barang begini. Karena itu saya ikut jadi relawan FORTAL,” ucapnya tegas.
Ia menyebut FORTAL adalah satu-satunya organisasi yang hadir nyata dan konsisten di tengah masyarakat. FORTAL tidak hanya mengedukasi, tapi juga membentuk jaringan relawan, membuka posko pengaduan, dan aktif mendampingi laporan warga hingga ke meja aparat penegak hukum.
“FORTAL bukan lembaga asal bunyi. Mereka bekerja nyata, tak kenal kompromi soal narkoba. Tegak lurus bantu polisi dan jaga lingkungan. Saya percaya hanya mereka yang benar-benar peduli,” tegasnya.
Bukan Sekadar Pelanggaran Hukum
Obat-obatan seperti Tramadol dan Eximer yang masuk dalam golongan G, seharusnya hanya bisa dikonsumsi dengan resep dan pengawasan dokter. Penyalahgunaannya dapat menimbulkan efek halusinasi, euforia semu, kecanduan, bahkan kematian.
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelaku penjualan obat keras tanpa izin dapat dijerat:
Pasal 196: Ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar
Pasal 197: Ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar
Akhir Kata: Dari Lorong Kecil ke Gerakan Besar
Kisah ini bukan hanya tentang satu pelaku, satu tas hitam, atau satu kafe. Ini tentang sebuah sistem yang merusak dalam diam. Tapi kali ini, warga tak lagi bungkam. Dengan kehadiran FORTAL sebagai garda sipil anti-narkoba, masyarakat kembali punya harapan untuk melawan.
“Kami akan terus pantau. Tiap sudut perumahan, tiap gerak mencurigakan. Karena kalau bukan kita yang menjaga kampung ini, siapa lagi?” pungkas sang tokoh yang kini menjadi ujung tombak gerakan warga bersama FORTAL di Cikarang Barat. (Red)
